Dalam gambar, tujuh pria mengepungnya. Induk orangutan yang sedang hamil dan anaknya tersudut. Sadar tak bisa lagi melawan, keduanya berpelukan erat.
"Beruntung kedatangan kami tepat waktu. Telat beberapa menit saja keduanya sudah tak bernyawa," kata Dr. Signe Preuschoft, pakar primata yang kini bergabung dengan lembaga nirlaba Four Paws. Laporan tentang pembantaian orangutan di Kalimantan penjadi topik utama bahasan media Inggris itu akhir pekan ini.
Menurut Daily Mail, pemburu Indonesia "rajin" membantai orangutan saat membuka hutan untuk perkebunan. Perusahaan perkebunan memberi iming-iming imbalan minimal Rp 950 ribu untuk satu kepala orangutan. Binatang ini dianggap hama perkebunan.
Sebelum penyelamatan itu, tim Four Paws telah menjelajahi berbagai wilayah di Kalimantan, baik yang masuk wilayah Indonesia maupun Malaysia, dan menemukan banyaknya orangutan yang sudah dibantai.
Deforestasi telah secara dramatis mengurangi habitat orangutan, kata Preuschoft. Jumlah mereka telah turun tajam dari 250 ribu ekor pada beberapa dekade lalu menjadi hanya 50 ribu saja di alam liar saat ini.
Banyak perusahaan perkebunan tak mengakui telah memberi imbalan kepada pemburu. Namun, sudah bukan rahasia di antara warga imbalan bagi kepala orangutan memang menggiurkan. Bukti pembantaian muncul September lalu, ketika kuburan dan tulang belulang ditemukan berceceran di ladang perkebunan.
"Membunuh orangutan adalah ilegal di Indonesia, tapi hukum tak ditegakkan," kata seorang juru bicara Four Paws Inggris.
Selain dibantai, kata mereka, dalam skenario yang sama tragisnya, bayi orangutan dibiarkan hidup dan setelah dewasa disembelih atau dijual.
Kembali pada induk dan anak orangutan yang ketakutan tadi, kini mereka aman di penangkaran. Rencananya induk-anak ini akan dilepas di hutan hujan yang lebih terlindung. Namun sebelumnya tubuh mereka akan dilengkapi perangkat radio sehingga ia dan anak-anaknya dapat dilacak untuk memastikan mereka tetap aman.
0 komentar:
Posting Komentar