Minggu, 22 Januari 2012

tarian gila asal sidrap..hehehe



satu lagi tarian gila asal sulawesi selatan tepatnya kabupaten sidrap dan sekitarnya (ajattapareng) yang menjadi perhatian seantero indonesia bahkan dunia..candoleng-doleng itulah sebutan tarian ini yang di iringi oleh music electon (dangdut) yang bergenre house music.,penari-penari yang melakoni candoleng-doleng ber umur mulai dari 20 sampe 50 tahun(hahahaha) ..tarian ini biasanya berlangsung di acara kawinan (ahhh gila bangetkan) yang diadakan oleh tuan tanah tp semua itu hanya hiburan semata untuk warga sekitar..so apakah kita harus mematenkanya.?(TIDAK)biarlah malaisya yang mematenkan.hahahaha

 Aksi goyang candoleng-doleng biasanya dilakukan setelah para tamu pesta pernikahan meninggalkan lokasi resepsi. Jadi yang tersisa adalah hanya para penonton dari berbagai usia, tidak ketinggalan pula anak-anak balita dalam pertunjukan ini. Mereka bergerombol tepat di bibir panggung pertunjukan. Parahnya lagi, belakangan ini goyang candoleng-doleng tidak hanya dilakukan pada malam hari, tapi juga pada siang hari.

Dalam aksinya, goyang candoleng-doleng biasanya diiringi dengan musik “house dangdut” yang berdurasi sekitar tiga puluh menit. Mereka biasanya tidak tampil sendiri, mereka biasanya tampil berdua atau bertiga. Dalam goyangannya, artis electon selalu tampil “seksi” dengan menggunakan baju ketat dan sangat minim. Mereka tidak segan-segan membuka (maaf) baju dan celana hingga yang tersisa hanya kutang dan celana dalam.

Aksi “buka-bukaan” tersebut biasanya diiringi dengan goyangan “erotis” yang mampu mengalahkan aksi “goyang ngebor” Inul Daratista, atau “goyang gergaji” ala Dewi Persik, atau bahkan “goyang ngecor dan goyang vibrator” milik Denada. Sedikit gambaran yang mereka lakukan saat bergoyang adalah; meliuk-liuk seperi penari striptis, meraba-raba (maaf) payu darah dan kemaluan, dan memperagakan pasangan yang sedang melakukan (maaf) hubungan intim.

Jangan pula membayangkan suara merdu dan bernyanyi yang sesuai dengan teknik yang benar pada saat artis electon menampilkan goyang candoleng-doleng-nya. Dalam durasi tiga puluh menit, artis-artis electon hanya bernyanyi tidak lebih dari sepuluh menit. Sisanya, mereka hanya mengisi musik “house dangdut” tersebut dengan goyangan “erotis”, lenguhan, desahan, lengkingan atau teriakan yang berisi ajakan untuk berbuat mesum, atau mengucapkan kata-kata yang tidak sopan, bahkan ada menggosok-gosokkan microphone pada (maaf) payu darah dan kemaluan.

dan Melihat aksi tersebut, penonton lelaki tidak malah mengucap kata tobat dan meninggalkan lokasi tersebut. Yang terjadi adalah, mereka ikut naik ke panggung sambil bergoyang bersama para artis electon, tidak lupa saat bergoyang mereka memberikan saweran berupa duit yang biasanya bernilai minimal lima ribu rupiah kepada artis electon. Makin besar nilai uang saweran (biasanya mulai dari 10000-50000) yang diberikan dari penonton, serta makin banyak saweran yang didapat oleh sang artis, maka semakin “hot” penampilan mereka.,.

Cara memberikan saweran pun terbilang “nakal”. Mereka memberikan saweran dengan cara menyelipkan sendiri uang tersebut ke dalam (maaf) kutang dan celana dalam artis electon yang sedang bergoyang. Tentunya bukan hanya sekedar menyelipkan uang yang mereka lakukan, tapi lebih jauh lagi, mereka juga meraba-raba bagian tubuh artis tersebut tepat dimana mereka menyelipkan uang saweran-nya. (astagfirullah)

Aksi para artis electon dan penonton tidak berhenti sampai disitu. Setelah bernyanyi dan bergoyang, sekelompok penonton laki-laki datang menghampiri artis electon tersebut untuk bernegosiasi mengenai harga yang mampu mereka bayar untuk mengencani ramai-ramai artis electon tersebut. Namun aksi ini tidak selalu mereka dilakukan. Semuanya tergantung dari artis electon tersebut, apakah biasa menerima order seperti itu atau tidak. Saking hebohnya aksi goyang candoleng-doleng para artis electon tersebut, sempat menjadi berita utama di beberapa televisi swasta nasional..

Tapi pernahkan kita berfikir mengapa mereka melakukan aksi goyang candoleng-doleng tersebut? Annie Puspitasari, salah seorang artis electon, sebenarnya malu melakukan aksi goyang candoleng-doleng, apalagi jika mengingat anak perempuannya yang berumur lima tahun. Tapi himpitan ekonomi yang membuat “janda kembang” ini melakukan aksi tersebut. Diakuinya, sangat sulit mendapatkan pekerjaan yang dianggap “tidak haram” oleh masyarakat. Beberapa waktu yang lalu, dengan berbekal ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA) dia melamar di beberapa perusahaan di kota Makassar. Namun hingga beberapa bulan sejak mengajukan lamaran, dia tidak pernah dihubungi oleh satupun perusahaan untuk mengikuti tes.

Goyang candoleng-doleng sudah dianggap bertentang dengan agama, saya tidak mau lagi menambah dosa dengan menerima tawaran berkencan dengan penonton saya,” kata Annie dengan lirih.

Diakui oleh Annie bahwa pada umumnya, artis electon mau saja melakukan aksi goyang candoleng-doleng, bahkan menerima tawaran berkencan dengan penonton karena persoalan ekonomi.

Jika aksi goyang candoleng-doleng dikaitkan dengan persoalan ekonomi, maka sangat sulit mengambil kesimpulan jika artis electon tetap melakukan pekerjaan yang dianggap “haram” tersebut oleh masyarakat dan ulama. Karena persoalan ekonomi sangat sistematis. Dimulai dari kondisi negara yang memang tidak stabil atau mengalami krisis, ditambah dengan pemerintah yang tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya, akhirnya bermuara pada tingkat kesejahteraan rakyat yang sangat rendah. Kalau kondisinya sudah demikian, maka masyarakat akan melakukan apa saja untuk mempertahankan hidupnya dan keluarganya. Termasuk bergoyang candoleng-doleng seperti yang dilakukan oleh artis electon. Kira-kira, kapan rakyat Indonesia bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan yang layak dan tidak dianggap bertentangan dengan moral, etika, dan agama?











0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites